KPK Sita 7 Aset Senilai Rp4.9 Miliar

NewsUpdate – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil tujuh aset dengan keseluruhan nilai sekitar Rp4,9 miliar berkenaan masalah dugaan pemerasan di dalam pengurusan izin kerja atau rancangan pemakaian tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
“Pada hari Rabu (9 Juli), ikut diambil aset berasal dari para tersangka pada perkara dugaan pemerasan di Kemenaker,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Kamis (10/7/2025), layaknya dilansir berasal dari Antara.
Budi menyatakan, tujuh aset selanjutnya terdiri atas dua unit ruko di Jakarta senilai kurang lebih Rp1,2 miliar, satu unit rumah di Jakarta Selatan senilai kurang lebih Rp2,5 miliar, dan satu unit rumah di Depok, Jawa Barat, senilai Rp200 juta.
Selain itu, KPK mengambil satu bidang sawah di Cianjur, Jabar, senilai Rp200 juta, dan juga dua bidang tanah kosong di Bekasi, Jabar, senilai Rp800 juta.
Penyitaan selanjutnya merupakan yang ke-2 pada pekan ini, yaitu sehabis KPK melakukannya pada Selasa 8 Juli 2025.
Pada Selasa, 8 Juli, KPK mengambil 10 aset dengan keseluruhan nilai sekitar Rp6,5 miliar yang terdiri atas dua unit rumah senilai kurang lebih Rp1,5 miliar, empat unit kontrakan dan kos-kosan senilai kurang lebih Rp3 miliar, dan empat unit bidang tanah yang kala ini harganya ditaksir senilai Rp2 miliar. Tanah dan bangunan selanjutnya tersebar di Depok dan Bekasi, Jabar.
8 Tersangka
Sebelumnya, KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka masalah pemerasan di dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yaitu aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka di dalam kurun kala 2019–2024 telah menghimpun sekitar Rp53,7 miliar berasal dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK mengatakan bahwa RPTKA merupakan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing sehingga dapat bekerja di Indonesia.
Bila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal bakal terkendala sehingga para tenaga kerja asing bakal dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa mengimbuhkan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa masalah pemerasan pengurusan RPTKA selanjutnya diduga berlangsung sejak jaman Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang sesudah itu dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.