Propam Polri Tetap Lanjut Pemeriksaan Kasus Dugaan Penggelapan

Propam Polri Tetap Lanjut Pemeriksaan Kasus Dugaan Penggelapan

Propam
Propam Polri Tetap Lanjut Pemeriksaan Kasus Dugaan Penggelapan

NewsUpdate – Divisi Propam Polri tetap mengusut laporan penggelapan atau menyembunyikan dan mencegah tanpa dasar hukum surat-surat berharga punya pakar waris Brata Ruswanda di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, yang dikira melibatkan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro.

Salah satunya bersama dengan memeriksa pelapor lewat kuasa hukum korban, Poltak Silitonga.

Laporan Polisi yang dibikin itu teregister bersama dengan nomor B/1293/III/WAS/.2.4/2025/DivPropam tertanggal 11 Maret 2025.

“Ini pemeriksaan awal kepada penyidik Divpropam Mabes Polri terhadap laporan kami yang telah melaporkan Dirtipidum Mabes Polri bersama dengan anggotanya, yang kami anggap tidak profesional dan berpihak kepada terlapor yaitu Bupati Kotawaringin barat dan kawan-kawan,” tutur Poltak di Gedung Divpropam Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 21 Maret 2025.

Menurutnya, materi pemeriksaan terhadapnya antara lain soal dasar berasal dari pelaporan tersebut. Diketahui, sertifikat tanah yang dijadikan barang bukti oleh penyidik Dittipidum Bareskrim Polri dinyatakan palsu.

“Ini tidak berdasarkan hukum karena kan belum ada istilahnya putusan pengadilan yang perlihatkan bahwa surat kami itu palsu karena itu kami minta itu sehingga diperiksa,” jelasnya.

Dia menduga, ada unsur perlindungan uang sehingga sertifikat tanah asli selanjutnya ditahan bersama dengan alasan terindikasi palsu. Langkah hukum itu pun dinilai tidak terpuji dan sangat merugikan.

“Kita tidak senang mencabut laporan meski sertifikat tanah asli telah dikembalikan penyidik Dittipidum, sehingga ada pengaruh jera kepada penegak hukum nakal yang mempermainkan hukum,” Poltak menandaskan.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menegaskan bahwa anak buahnya tidak melakukan penggelapan atau menyembunyikan dan mencegah tanpa dasar hukum surat-surat berharga punya pakar waris Brata Ruswanda. Bahkan, pas ini persoalan selanjutnya telah dihentikan penyidik dengan kata lain SP3.

“Tanggal 21 Januari 2025 dilakukan gelar di Pidum bersama dengan hasil dihentikan. Tanggal 24 Februari 2025, di SP3. Rekomendasi untuk dihentikan berdasarkan gelar di Biro Wasidik yang dihadiri pelapor dan terlapor terhadap 30 September 2024,” tutur Djuhandhani pas dikonfirmasi, Kamis (27/2/2025).

Djuhandani mengatakan, penyidik telah mengembalikan barang bukti bersifat dokumen sertifikat tanah sekaligus menyerahkan pemberitahuan SP3 kepada kuasa hukum dan korbannya terhadap 26 Februari 2025.

“Dokumen yang diserahkan sebagai barang bukti di dalam perkara pemalsuan dokumen, dan atau memasuki pekarangan tanpa izin telah dikembalikan kepada kuasa hukum pelapor atas nama Poltak Silitonga,” tahu dia.

Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro Bantah Lakukan Penggelapan Barang Bukti

Djuhandani menyatakan, penyidik tidak pernah melakukan penggelapan terhadap barang bukti yang diserahkan oleh terlapor kepada penyidik. Penyidik hanya mengikuti prosedur untuk pengembalian barang bukti tersebut.

“Penyidik tidak pernah melakukan penggelapan terhadap barang bukti yang diserahkan oleh terlapor kepada penyidik, tentang pengembalian barang bukti mesti cocok prosedur anjuran berasal dari gelar perkara yang perlihatkan laporan polisi selanjutnya di SP3. Selain itu, di dalam proses SP3 terhitung ada pengawasan berasal dari pimpinan secara berjenjang,” ungkapnya.

Dia mengulas, anjuran kepada penyidik sehingga perkara laporan polisi Nomor: LP/1228/X/2018/ Bareskrim tanggal 2 Oktober 2018, yang ditangani oleh Unit IV Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri bersifat penghentian penyidikan diberikan demi memberi tambahan kepastian hukum.

Kemudian, terhadap Laporan Polisi Nomor : LP/1229/X/2018/ Bareskrim tanggal 2 Oktober 2018, yang ditangani oleh Unit IV Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, bakal dilakukan pendalaman bersama dengan melakukan pemeriksaan lokasi patok yang beralamat di Jalan Padat karya Raya RT12/ 04, Kelurahan Baru, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kobar Pangkalan Bun, Palangkaraya.

“Apakah pelang/patok masuk di di dalam daerah SHM Nomor:7293 seluas 1.117 m2 atas nama Almarhum Brata Ruswanda. Apabila tidak masuk di dalam lokasi SHM tersebut, maka penyidik memberi tambahan kepastian hukum bersifat penghentian penyidikan,” Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro.

Selanjutnya, terhadap barang bukti telah dilakukan bersama dengan hasil uji Laboratorium Forensik bersama dengan Nomor Lab: 3939/DCF/2022 tanggal 24 November 2022, hasilnya ditemukan bahwa satu lembar asli surat keterangan/bukti menurut adat nomor: Pem-3/13/KB/1973 tanggal 22 Januari 1973 yang dibikin di Kampung Baru Pangkalan Bun dan ditanda tangani oleh Kepala Kampung Baru atas nama Gusti Achmad, bersama dengan hasil uji Laboratorium Forensik non identik.

Satu lembar asli Surat Keterangan pinjam atau menggunakan tanah Nomor: 138/SEK/UM-4/III/1973 tanggal 21 Maret 1973, berasal dari Y.H Ratih B.SC selaku peminjam kepada Brata Ruswanda sebagai pemilik tanah, bersama dengan hasil uji Laboratorium Forensik non identik.

“Satu lembar asli surat pernyataan pemilikan tanah atas nama Y.H Ratih B.SC tanggal 26 Maret 1992, bersama dengan hasil uji Laboratorium Forensik non identik,” Djuhandani menandaskan.

Bareskrim Kembalikan Barang Bukti Sertifikat Tanah Milik Brata Ruswanda

Sebelumnya, Bareskrim Polri mengembalikan barang bukti sertifikat tanah punya Brata Ruswanda, yang menyebabkan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dilaporkan ke Divisi Propam Polri atas dugaan penggelapan, menyembunyikan dan mencegah tanpa dasar hukum surat-surat berharga.

Diketahui, barang bukti itu ditahan untuk keperluan penyelidikan di dalam mengusut perkara penyerobotan lahan 10 hektare punya pelapor, selaku pakar waris Wiwik Sudarsih di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Kuasa hukum pakar waris tanah Wiwik Sudarsih, Poltak Silitonga menyampaikan, pihaknya diminta penyidik untuk mengambil alih sertifikat itu secara langsung.

“Ditelepon kami untuk mengambil alih ini (dokumen punya Brata). Diambil lah ini, kami mampir hari ini untuk mengambil alih berkas ini semua, dokumen-dokumen ini dikembalikan yang pernah ditahan,” tutur Poltak di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Menurutnya, dokumen sertifikat tanah itu telah diberikan kliennya selama bertahun-tahun kepada penyidik. Ketika surat tanah itu bakal diambil, Poltak menyebut bahwa penyidik menghendaki sehingga aduan terhadap Brigjen Djuhandhani dan anak buahnya di Divisi Propam Polri segera dicabut.

Namun begitu, dia menegaskan laporannya tidak bakal dicabut. Sebab, Djuhandhani sempat menyebutkan bahwa surat tanah Brata Ruswanda itu palsu.

“Bapak Brigjen Djuhandhani itu mesti menarik kata-katanya yang menyebutkan surat kami itu palsu. Kalau beliau tidak menarik kalimat yang menyebutkan surat kami palsu, kami bakal konsisten mengolah beliau secara hukum,” tahu dia.

Respons Brigjen Djujandani Usai Dilaporkan ke Propam

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro merespons pelaporan terhadapnya ke Divisi Propam Polri lantaran dugaan penggelapan, menyembunyikan dan mencegah tanpa dasar hukum surat-surat berharga punya pelapor, yaitu pakar waris Brata Ruswanda.

Djuhandani bersama dengan tiga anak buahnya dilaporkan ke Divisi Propam Polri oleh Poltak Silitonga selaku kuasa hukum pakar waris Brata Ruswanda yang teregistrasi di dalam aduan Nomor: SPSP2/000646/II/2025/BAGYANDUAN, tertanggal 10 Februari 2025.

“Kalau laporan penyidik ataupun menggelapkan itu, kan mesti apa yang digelapkan? Orang seluruhnya telah di Bareskrim. Semuanya cocok ketetapan yang dilakukan. Kalau dilaporkan sebagai penggelapan, silakan,” tutur Djuhandani kepada wartawan, Minggu (23/2/2025).

Menurut Djuhandani, ada laporan mengenai pemalsuan sehingga dikirimkan alat-alat bukti atau barang bukti, bersifat sertifikat. Dalam proses penyidikan, ditemukan fakta bahwa yang jadi dasar laporan di dalam persoalan selanjutnya adalah barang yang jadi objek, yang nyatanya palsu berdasarkan hasil labfor.

“Ada keputusan berasal dari KUHAP menyatakan, kecuali barang itu telah tidak dipakai proses penyidikan, tentu saja dikembalikan kepada pemilik. Dalam proses itu kan ada sebuah gelar perkara, nah gelar perkara yang dilakukan sehabis itu pas ini tengah proses. Kalau prosesnya tengah proses gelar, apakah boleh aku serahkan? Walaupun pelapor minta ya,” tahu dia.

Adapun barang bukti yang diajukan pelapor, lanjut Djuhandani, adalah barang yang telah diuji lewat laboratorium forensik non-identik. Maka, cocok Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentu bakal dikembalikan bersama dengan catatan.

“Ini tentu saja kami tetap proses habis gelar, telah sepakat. Dan itu cocok KUHAP, tentu bakal kami kembalikan bersama dengan catatan. Kami bakal memberi tambahan catatan bahwa surat ini hasil laboratorium forensik non-identik. Kami tetap memelihara jangan hingga surat ini digunakan untuk perbuatan lain. Bukan digelapkan,” ungkapnya.

Meski begitu, Djuhandani berpikiran adanya laporan ke Divisi Propam Polri itu sebagai bahan koreksi dan evaluasi bersama dengan jajarannya. Dia menekankan, penyidik bakal profesional di dalam melakukan proses penyidikan suatu perkara.

“Insyaallah kami tetap lewat proses secara profesional, kami gelarkan, hasil gelar kami itu yang jadi panduan, dan pas ini telah digelarkan, telah selesai. Hanya tetap proses pengawasan pengendalian pimpinan. Untuk cara kami lebih lanjut. Jadi bukan digelapkan. Kasihan penyidik telah kerja bagus dilaporkan penggelapan,” Djuhandani menandaskan

Diketahui, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro bersama dengan tiga anak buahnya diadukan ke Divisi Propam Polri oleh Poltak Silitonga, bersama dengan dugaan telah melakukan penggelapan, menyembunyikan dan mencegah tanpa dasar hukum surat-surat berharga punya kliennya.

Menurut Poltak, telah sebagian tahun sejak surat asli tanah punya pakar Brata Ruswanda itu diberikan kepada penyidik. Janji-janji yang sempat disampaikan penyidik bahwa perkaranya bakal dituntaskan, tidak kunjung terwujud hingga pas ini.

“Sudah tujuh tahun lamanya tidak ada kejelasan, klien kami pun menghendaki surat itu sehingga dikembalikan karena telah tidak yakin kembali terhadap penyidik Dittipidum. Surat asli punya klien kami ditahan tanpa dasar hukum yang tahu dan laporannya menggantung tak ada kejelasan,” kata Poltak.

NewsUpdate